Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) berencana membuat beras dalam kemasan kecil atau renceng berukuran 200-250 gram dengan harga yang dinilai ekonomis, yaitu Rp2.000 per saset. Direktur Utama Bulog, Budi Waseso menyebut, ide itu sebagai bentuk intervensi agar masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah dapat menjangkaunya.
“Gimana caranya sampai ke tingkat terbawah, maka saya bilang ke direksi kemas beras renceng 200 gram atau 250 gram untuk dapat dibeli oleh masyarakat dengan penghasilan paling rendah. Dengan uang Rp2.000 saja tetap bisa beli nasi. Kalau yang satuan kilogram, kan, paling enggak Rp9000-an,” kata pria yang akrab disapa Buwas ini, di kantor Bulog, Jakarta, Senin (14/5/2018).
Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) ini mengumpamakan beras sebagai produk seperti kopi. Buwas berharap beras dapat dibeli dengan mudah, semudah masyarakat membeli kopi di warung kelontong.
“Kalau kita mau minum kopi, udah ada kopi saset. Mau makan nasi [cukup] Rp2.000 perak bisa langsung beli, sobek [bungkusnya], masak,” kata Buwas.
Selain itu, Buwas meyakini cara ini dapat menekan keberadaan mafia pangan. Pria kelahiran Pati, 19 Februari 1961 ini berkata, beras kiloan atau curah sangat mudah diserap dan dipermainkan oleh para tengkulak dan mafia pangan. “Kalau saset silakan saja mereka mabuk bukain satu-satu,” kata Buwas.
Namun demikian, rencana Buwas tersebut dikritik oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) karena dinilai tidak cocok, bahkan kontraproduktif. Alih-alih menurunkan harga, beras saset ini justru akan lebih mahal dari yang dijual per kilogram.
Cara mudah untuk membuat website sendiri:
https://client.dewaweb.com/aff.php?aff=25151